Nasehat Agama

Nasehat Agama
Islamy

Senin, 22 Agustus 2011

Zakat Fitri

Zakat fitrah  merupakan zakat yang disyariatkan didalam Islam berupa satu sha’ dari makanan yang dikeluarkan seorang muslim di akhir Ramadhan, dalam rangka menampakkan rasa syukur atas nikmat Allah Ta’ala dalam berbuka dari Ramadhan dan penyempurnaannya. Oleh karena itu  dinamakan sedekah fitrah atau zakat fitrah (Lihat Fatawa Ramadhan 2:901).
Hukum Zakat fitrah
Zakat fitrah merupakan salah satu kewajiban yang diwajibkan kepada kaum muslim dan wajib dikeluarkan oleh seorang muslim baik laki-laki atau perempuan, besar, kecil, budak atau merdeka, hal ini berdasarkan beberapa dalil:
1. Hadits Ibnu ‘Umar Radiallahu ‘anhu:
beliau berkata “Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam telah mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas hamba merdeka laki-laki, perempuan, kecil maupun dewasa dari orang Islam” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
2. Hadits Abu Sa’id  Al-Khudry Radiallahu ‘anhu
“Kami dahulu pada zaman Nabi memberikan (zakat fitrah) satu sha’ dari makanan atau satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atau kismis (anggur kering)” (HR. Bukhari).
3. Hadits Ibnu Abbas Radiallahu ‘anhu :”Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam telah mewajibkan zakat fitrah itu sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan ucapan yang kotor dan sebagai pemberi makan orang yang miskin …” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daraquthni dan Hakim)
4. Perkataan Sa’id bin Musayyib dan ‘Umar bin Abdul Aziz Radiallahu ‘anhuma dalam menafsirkan Firman Allah Ta’ala:
 “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)” (QS Al ‘Ala :14) mereka menafsirkan dengan “Zakat fitrah”.
5. Ijma’ yang dinukil Ibnu Qudamah dari Ibnul Mundzir , beliau berkata : “Telah bersepakat setiap ahli ilmu bahwa zakat fitrah adalah wajib” (Lihat Al-Mughny 3:80)
Hikmah Zakat fitrah
1.Dia merupakan zakat untuk tubuh yang telah diberi kehidupan tahun tersebut.
2.Merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada orang yang berpuasa.
3.Menjadi makanan bagi fakir miskin dan pembersih bagi orang yang berpuasa dari hal-hal yang mengurangi kesempurnaannya pada bulan Ramadhan (Lihat Fatawa Ramadhan 2:909-911)
4.Mengobati penyakit hati,  diri pribadi dan sosial seperti : Bakhil, egois, rakus, tamak, iri, cinta dunia, bahkan permusuhan, penjarahan, kerusuhan, profokasi dan lain-lain.
5.Memberikan jaminan kecukupan bagi fakir miskin minimal dihari itu dari kesusahan dan meminta-minta, menambah kemakmuran sehingga teratasi hak-haknya.
6.Mewujudkan keamanan masyarakat yang rukun, harmonis, saling menolong dan mencukupi dalam kebajikan sehingga terwujud cinta dan iman yang hakiki, maka sukseslah hidup/ pembangunan sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-A’raf 17:96)  (Waznin Mahfudh)
Pembayaran Zakat fitrah Dan Ukurannnya
Diwajibkan bagi semua golongan yang disebut dalam hadits-hadits diatas untuk membayar zakat fitrah  (anak-anak, orang dewasa, laki-laki, perempuan, orang merdeka maupun budak). Yaitu semua orang Islam yang mampu untuk membayar.
Adapun ukuran zakat fitrah adalah satu sha’ dari makan pokok yang setara kurang lebih 3 Kg beras, demikian pendapat syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz Rahimahullah (lihat fatwa Ramadhan 2:925-926).
Jenis Zakat Dan Yang Berhak Menerimanya
Adapun jenis-jenis makanan yang boleh dipergunakan untuk membayar zakat fitrah ialah makanan pokok penduduk tersebut seperti : Kurma, gandum, beras, kismis, keju kering atau lainnya yang termasuk makanan pokok manusia.
Dan Nabi Sallalahu ‘Alaihi Wasallam telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau gandum karena itulah makanan pokok penduduk  Madinah, dan seandainya itu bukan makananan pokoknya tentu beliau tidak membebani mereka untuk mengeluarkan zakat dari makanan yang bukan  makanan pokok mereka.
Hal ini disandarkan kepada perkataan Abu Sai’d Al-Khudri radiallahu ‘anhu:
 “Dan makanan kami adalah gandum, kismis, aqith (susu kering/ keju) dan kurma” (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu Pembayaran Zakat fitrah
Waktu wajib membayar zakat fitrah ialah ketika terbenamnya matahari pada malam hari raya. Maka barang siapa yang memiliki kemampuan untuk membayarnya pada waktu itu, maka ia wajib melaksanakannya. Dengan demikian bila seseorang lahir setelah terbenamnya matahari, sekalipun beberapa menit maka dia tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya dan jika ia lahir sebelum terbenamnya matahari maka wajib dibayarkan zakat fithrihnya.
Akan tetapi waktu yang paling utama untuk pembayaran zakat fitrah adalah setelah terbit fajar sebelum shalat ‘Idul fitri berlangsung. Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radiallahu ‘anhu  : “Bahwasanya Nabi Sallalahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan membayar zakat fitrah sebelum orang-orang pergi untuk shalat ‘Ied” (HR. Muslim dan lainnya).
Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas  Radiallahu ‘anhu :“…Maka barangsiapa yang menunaikan (zakat fitrah) sebelum shalat (‘Ied) maka itulah zakat yang diterima dan siapa yang menunaikannya setelah shalat (‘Ied) maka termasuk sedekah biasa” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daraquthni dan Hakim menshahihkannya demikian pula Syekh Al Albani menghasankannya dalam Al-Irwa’ no. 843)
Dan dibolehkan membayar zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum ‘Ied, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu ‘Umar  radiallahu ‘anhu   yang diriwayatkan dari Nafi’ ia berkata : “Adalah Ibnu ‘Umar membayarkan zakat fitrah untuk anak-anak dan orang dewasa, dan jika beliau membayarkan zakat fitrah anakku, beliau berikan kepada yang berhak menerimanya. Dan mereka membayar zakat fitrah itu sehari atau dua hari sebelum ‘Ied” (HR. Bukhari)
Golongan Yang Berhak Menerima Zakat fitrah Dan Tempat Mengeluarkannya
Golongan yang berhak menerima zakat fithrih adalah fakir miskin sebagaimana yang disebutkan dalam hadits terdahulu. Zakat fithrih itu dibayarkan kepada beberapa orang fakir atau kepada satu orang miskin saja, karena Nabi Sallalahu ‘Alaihi Wasallam hanya menentukan jumlah yang dibayarkan saja dan tidak menentukan jumlah orang yang menerimanya.
Sebagian ahli fiqh berpendapat zakat fitrah juga untuk fakir, miskin, amil, muallaf, budak yang ingin merdeka, orang yang berutang, pejuang agama Allah Ta’ala, musafir yang butuh bekal. Sebagaimana yang disebutkan didalam surat At Taubah ayat 60 (Al-Mughny 4:314)
Namun yang rajih (benar) -Wallahu ‘Alam- bahwa zakat fitrah hanya diperuntukkan kepada fakir miskin saja sesuai dengan hadits-hadits dari Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam. Sedang sadaqah dalam surah At Taubah ayat 60 adalah untuk zakat/ shadaqah yang umum/ maal (Lihat Majmuatul Fatawa 13:42) .
Adapun tempat mengeluarkan zakat fithrih adalah di daerah tempat sendiri, kecuali bila orang-orang fakir dan miskin negeri tersebut telah terpenuhi sedang di daerah lain banyak fakir miskin atau yang lebih membutuhkan, maka boleh dipindah ke daerah tersebut.
Mengenai pembayaran zakat fitrah yang biasa dilakukan orang di zaman sekarang yaitu dengan menggantinya dengan uang yang senilai dengan harga makanan tersebut, tidak pernah dilakukan  oleh Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam dan para shahabatnya yang mana mereka membayar zakat fitrah dengan satu sha’ makanan tidak dengan yang lain dan hal ini juga menyalahi apa yang diperintahkan oleh Rasulullah.  Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Barang siapa melakukan amalan yang tidak ada perintah dari kami atasnya maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim). Wallahu a’lam

Kamis, 18 Agustus 2011

Lailatul Qadar

Segala puji  bagi Allah atas berbagai macam nikmat yang Allah berikan. Shalawat dan salam atas suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya dan para pengikutnya.
Semua pasti telah mengetahui keutamaan malam Lailatul Qadar. Namun, kapan malam tersebut datang? Lalu adakah tanda-tanda dari malam tersebut? Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mendapatkan malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan.
Keutamaan Lailatul Qadar
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ  
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
  Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)
Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)
Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.


Tanda Malam Lailatul Qadar
[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi.  Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)
[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih malam tersebut. Amin Yaa Mujibas Saailin.

BIOGRAFI MA'RUF AL-KURKHI


Pada perkembangan Tasawuf, ada seorang sufi yang sangat terkenal pada masanya. Ketenarannya tidak hanya dikalangan umat Muslim saja akan tetapi pada umat non-Muslim juga sering diakui sebagai bagian dari mereka. Sufi itu adalah Ma’ruf al-Karkhi, nama lengkapnya adalah Abu Mahfudh Ma’ruf bin Fairuz al-Kurkhi / al-Karkhi (w. 200H./815M.). Perihal nisbah beliau al-Kurkhi atau al-Karkhi tidak diketahui alasan yang pasti. Akan tetapi diyakini bahwa al-Kurkhi atau al-Karkhi adalah : (1) nama sebuah kawasan di Irak Timur, (2) nama sebuah pemukiman di Kota Baghdad. Di tempat inilah sufi itu menetap hingga wafat.
Ma’ruf al-Karkhi dilahirkan dari keluarga Nashrani. Sejak kecil Ma’ruf dididik di lingkungan Romo dan dibekali dengan kepercayaan Nashrani. Ada sebuah kejadian yang menarik dari Ma’ruf al-Karkhi ini, yaitu ketika ada seorang Romo yang sedang mengajarkan tentang Tuhan dan menyatakan bahwa “Allah itu satu dari Trinitas”. Pada saat itu juga Ma’ruf menolak terhadap pernyataan tersebut, dan dia menyatakan bahwa Allah itu Maha Esa dan tidak dalam Trinitas. Karena pernyataannya itu melawan kepercayaan Gereja dan Romo tersebut, maka Ma’ruf diusir dari lingkungan Gereja, kemudian dia memutuskan untuk mengembara dan mencari sebuah kebenaran. Pada pengembaraannya itu bertemu dengan seorang Imam dari sekte Syi’ah Imamiyyah, yaitu Imam Ali bin Musa al-Ridha. Pada Imam Ali Musa ar-Ridha inilah dia belajar tentang banyak hal, dan pada akhirnya beliau menyatakan masuk Islam di hadapan Imam Ali bin Musa tersebut.
Perlu diketahui bahwasanya Imam Ali bin Musa al-Ridha ini adalah keturunan Ahlulbait, dan beliau dipercayai sebagai Imam kedelapan dari sekte Syi’ah Imamiyyah. Dan para Imam yang ada pada sekte Imamiyyah ini adalah : (1) Ali bin Abi Thalib, (2) Hasan bin Ali, (3) Husein bin Ali, (4) Ali Zainal Abidin, (5) Muhammad al-Baqir, (6) Ja’far as-Shadiq, (7) Musa al-Khadim, (8) Ali ar-Rdha, (9) M. al-Jawwad, (10) Ali al-Hadi, (11) Hasan al-‘Askari, (12) dan M. al-Mahdi. Imam Ali ar-Ridha memberikan pengajaran terpenting kepada Ma’ruf al-Karkhi, yaitu sebuah tradisi Intelektual dan tradisi Spiritual atau Ibadah.
Ketika sekian lama beliau belajar bersama dengan Imam Ali bin Musa al-Ridha, maka semakin kuatlah keimanan dan keyakinan beliau tehadap Islam. Maka beliau sudah mulai dipandang sebagai seorang yang mempunyai intelektual yang cerdas dan menjadi seorang sufi. Pada suatu ketika kedua orang tua Ma’ruf al-Karkhi sangat merindukannya, dan menginginkan beliau untuk kembali kepada mereka. Karena kerinduan kedua orangtuanya itu, maka terjadilah kontak batin antara beliau dengan Ibunya. Dengan perasaan itu maka beliau kembali kepada keluarganya dan bertemu dengan orang tua beliau. Setelah itu beliau ditanya oleh orang tuanya, Engkau beragama apa? Maka beliau menjawab : “Aku memeluk Agama yang suci”. Karena orang tuanya berjanji akan mengikuti Agama yang dipeluk oleh anaknya sebelum beliau merantau dan mencari kebenaran, maka ketika beliau mendapatkan Agama yang lurus menurut beliau maka orang tuanya ikut masuk kepada Agama tersebut. Setelah mendengar itu kedua orangtuanya berpindah Agama dari agama Kristiani kepada Agama Islam.

Corak Tasawuf Ma’ruf al-karkhi
Ma’ruf al-karkhi dikenal sebagai seorang sufi, maka setiap sufi mempunyai ciri dan corak yang berbeda dengan yang lainnya. Corak ketasawufan Ma’ruf al-karkhi bisa kita lihat pada ungkapan-ungkapan yang sering beliau keluarkan, yaitu sebagai berikut :
1. إن التصوف التوقى من الأكدار والتنقى من الأقذار
Menurut beliau Tasawuf itu melindungi diri dari segala sesuatu yang kotor dan membersihkan diri dari segala penyakit hati atau batin.
2. قال معروف الكرخى : توكل على الله حتى يكون هو معلمك وأنيسك وموضع شكواك
Ma’ruf al-Karkhi berkata kepada seseorang : “Bertawakkallah kepada Allah sampai kamu merasa Dia yang mengajarimu, mengajakmu dialog, sebagai gurumu, tempat curhatmu, kekasihmu, dan shahabatmu.
3. وليكن ذكر الموت جليسك لا يفارقنك
Mengingat kematian harus menjadi kebiasaan sehari-hari dan menjadi teman akrabmu, serta janganlah kamu menganggapnya sebagai pemutus.
4. واعلم أن الشفاء من كل بلاء نزل بك كتمانه
Ketahuilah bahwasanya obat dari setiap penyakit itu adalah yang ditrurunkan Allah kepadamu dengan kasih dan rahmatnya.
5. فإن الناس لا ينفعونك ولايضرونك ولايمنعونك ولايعطونك
Maka sesungguhnya manusia tidak akan memberi manfaat kepadamu dan memberi madharat kepadamu, dan tidak pula bisa menahan cahaya yang diberikan kepadamu serta tidak bisa memberi cahaya itu kepadamu.
6. كلام العبد لايعنيه خدلان من الله
Pembicaraan seorang hamba yang tidak bermakna baginya maka sia-sia dihadapan Allah.
7. إذا أراد الله بعبد خيرا فتح الله عليه باب العمل وأغلق عنه باب الجدل
Apabila Allah menghendaki seorang hamba baik, maka Allah akan membukakan untuknya pintu amal untuk berbuat baik dan menutup pintu jadal atau perdebatan yang tidak ada isinya.
8. وإذا أراد بعبد شرا أغلق عليه باب العمل وفتح عليه باب الجدل
Apabila Allah menghendaki seorang hamba jahat, maka Allah akan menutupkan untuknya pintu amal untuk berbuat baik dan membuka pintu jadal atau perdebatan yang tidak ada isinya.
Dari ungkapan-ungkapan ketasawufan Ma’ruf al-Karkhi di atas, maka kita bisa melihat sedikitnya tentang corak tasawuf dari Ma’ruf al-Karkhi. Yaitu diantara bahwasanya dia menekankan cinta kepada Allah swt dan menjadikan-NYA sebagai teman, shahabat dan guru di dalam mencari ilmu. Kecintaan dan kedekatannya itu menyebabkan kerinduan yang sangat kepada sang kekasih, dan menjadikan kematian sebagai teman duduk karena dengan kematianlah dia bisa bertemu dengan sang kekasih. Dan menyerahkan segala urusan dan perbuatan kepada Allah swt.
Doa Ma’ruf al-Karkhi
االلهم لاتجعلنا بين الناس مغرورين, ولا بالستر مفتونين, واجعلنا ممن يؤمن بلقائك ويرضى بقضائك, ويقنع بعطائك, ويخشاك حق خشيتك.اللهم إن السماء سمائك, والأرض ارضك, ومابينهما لك, فأت به. قال خليل فأتيت باب الشام فإذا ابنى محمد قائم منبهر.قلت محمد؟ قال بأبت كنت الساعة بالأنبار

Pesan Terakhir Ma’ruf al-Kurkhi
أبو بكر الزجاج يقول قيل لمعروف الكرخى فى علته: أوص, فقال: إذا مت فتصدقوا بقميصي هذا, فإنى أحب أن أخرج من الدنيا عريانا كما دخلت إليها عريانا
Abu Bakar aj-Juzzaz berkata : dikatakan kepada Ma’ruf al-Kurkhi : apa wasiatmu ketika dating ajalmu? Ma’ruf al-Kurkhi berkata : “apabila aku mati, maka shadaqohkanlah pakaianku ini. Maka sesungguhnya aku lebih menyukai keluar dari dunia (mati) dengan keadaan telanjang seperti masuknya aku ke dunia ini dengan keadaan telanjang.

Rabu, 03 Agustus 2011

Nasehat bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah wahana bagi semua kaum Muslimin untuk mendapatkan pahala serta keridhoan dari Allah SWT, pada bulan tersebut setiap ummat Islam juga diajari untuk berlaku jujur, sabar, disiplin serta taat terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam ibadah puasa.